Kamis, 29 Desember 2011

TERIMA KASIH 2011

selamat tinggal dan terima kasih 2011.. kau banyak memberi aku cerita dan pengalaman baru..
dan untuk orang special tahun 2011 kwu ini yaitu kamu kejora kwu.. ^_^

SYOK


DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK                                                                  
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1.  Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2.  Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3.  Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1.  Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.  Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3.  Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1.  Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2.  Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3.  Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
Gejala dan Tanda Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1.  Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.  Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.  Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4.  Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium - Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian
Daftar Pustaka
1.  Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat, Medical Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.
2.  FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan Essentia Medica - Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16
3.  Hardjono, IS, Biomedik Asam Laktat, Bagian Biokimia FK Undip Semarang, Majalah MedikaNo. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-384
4.  Pudjiadi, Tatalaksana Syok Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Agustus 1999.
5.  Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.
6.  Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan, Kumpulan Naskah Temu NAsional dokter PTT, FKUI, Simposisum h 17-32
7.  Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi - Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

ASKEP TUMOR OTAK


TUMOR OTAK
Definisi :
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak

Klasifikasi Tumor Otak :
  1. Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural)
  2. Tumor yang berkembang didalam / pada syaraf kranial
  3. Tumor yang berasal didalam jaringan otak
  4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja

Patofisiologi :
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

Tanda dan Gejala
Menurut lokasi tumor :
1.      Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
2.      Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
3.      Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
4.      Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
5.      Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
6.      Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan penglihatan
7.      Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi

Tanda dan Gejala Umum :
1.      Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
2.      Kejang
3.      Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4.      Perubahan kepribadian
5.      Gangguan memori
6.      Gangguan alam perasaa

Trias Klasik ;
-          Nyeri kepala
-          Papil oedema
-          Muntah

Pemeriksaan Diagnostik ;
1.      Rontgent tengkorak anterior-posterior
2.      EEG
3.      CT Scan
4.      MRI
5.      Angioserebral



Pengkajian :
1.      Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2.      Riwayat kesehatan   :
-          keluhan utama
-          Riwayat kesehatan sekarang
-          Riwayat Kesehatan lalu
-          Riwayat Kesehatan Keluarga
3.      Pemeriksaan fisik :
·         Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
·         Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
·         Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
·         Jantung : bradikardi, hipertensi
·         Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
·         Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
·         Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi

Diagnosa Keperawatan :
  1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Tindakan :
-          Bebaskan jalan nafas
-          Pantau vital sign
-          Monitor pola nafas, bunyi nafas
-          Pantau AGD
-          Monitor penururnan gas darah
-          Kolaborasi O2
  1. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan, membungkuk
Tujuan : rasa nyeri berkurang
Tindakan :
-          pantau skala nyeri
-          Berikan kompres dimana pada area yang sakit
-          Monitor tanda vital
-          Beri posisi yang nyaman
-          Lakukan Massage
-          Observasi tanda nyeri non verbal
-          Kaji faktor defisid, emosi dari keadaan seseorang
-          Catat adanya pengaruh nyeri
-          Kompres dingin pada daerah kepala
-          Gunakan teknik sentuham yang terapeutik
-          Observasi mual, muntah
-          Kolaborasi pemberian obat : analgetik, relaksan, prednison, antiemetik
  1. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tujuan : tidak terjadi cidera
Tindakan :
-          Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
-          Pantau tingkat kesadaran
-          Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
-          Observasi saat kejang, lama kejang, antikonvulsi,
-          Anjurkan  klien untuk tidak beraktifitas
  1. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi
Tujuan : mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya
Tindakan :
-          kaji rentang perhatian
-          Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon klien sekarang
-          Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf, keberadaan staf sebanyak mungkin
-          Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
-          Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif
-          Dengarkan klieen dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan klien/keluarga
-          Instruksikan untuk melakukan rileksasi
-          Hindari meninggalkan klien sendiri
  1. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang
Tindakan :
-          Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
-          Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
-          Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
-          Pantau tekanan darah
-          Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur
-          Pantau suhu lingkungan
-          Pantau intake, output, turgor
-          Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
-          Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
-          Tinggikan kepala 15-45 derajat
  1. Cemas b.d kurang informasi tentang prosedur
Tujuan : rasa cemas berkuang
Tindakan :
-          kaji status mental dan tingkat cemas
-          Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
-          Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
-          Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan piiran dan perasaan takut
-          Libatkan keluarga dalam perawatan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, E Marylin (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
  2. Engram, Barbara (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
  3. FKUI, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Gesapius
  4. Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
  5. Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
  6. Ganong, WF, (1996), Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC
  7. Talbot, LA (1997), Pengkajian Keperawatan Kritis, Jakarta, EGC