Kamis, 21 April 2011

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Mungkin beberapa orang bingung bagai mana cara menggunakan laptop dengan aman dan benar. Karena seperti yang kita tau ada dua sumber energi yang ada pada notebook maupun netbook yakni baterai dan menggunakan listrik. Dalam penggunaannya kedua sumber itu tidak boleh digunakan secara bersamaan hal ini dikarenakan apabila kita menggunakan laptop dengan baterai dan pada saat itu juga laptop kita dialiri listrik secara langsung, maka hal ini akan membuat usia baterai laptop kita berkurang.
Namun jika kita menggunakan AC sebagai sumber energi pada laptop ada satu masalah yang bisa kita dapatkan, yakni apabila listrik mati secara tiba-tiba hal tersebut bisa merusak komponen-komponen pada laptop terutama harddisk jika hal tersebut terlalu sering terjadi. Tapi kita juga tidak bisa mengandalkan baterai saja sebagai sumber energi utama pada laptop, karena energi baterai hanya bertahan kurang lebih 2 jam saja, sehingga tidak memungkinkan jika kita menginginkan laptop dalam pemakaian yang lebih lama.


Selain itu ada 2 pendapat berbeda dalam penggunaan AC sebagai sumber energi utama pada laptop. Yang pertama AC tanpa baterai, hal tersebut malah bikin motherboard yang cepat rusak, karena tidak stabilnya tegangan listrik, dan yang kedua baterai pada saat terhubung dengan adapter listrik justru bagus buat perawatan baterai. Mungkin pendapat pertama yang membuat orang-orang berfikir dua kali untuk menggunakan AC sebagai sumber utama pada laptop, hal ini dikarenakan harga mobo bisa dua kali harga baterai. Tapi dari beberapa artikel dan forum yang sudah sya baca, banya yang mengatakan bahwa penggunaan AC sebagi suber energi utama pada laptop tidak akan menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen laptop itu sendiri, namun masalah yang akan kita hadapi adalah apabila mati lampu secara tiba-tiba seperti yang sudah dibahas di atas. Sebenarnya ada satu solusi dari masalah ini, yakni dengan menggunakan UPS berkualitas sebagai filter dan pengaman aliran listrik.

Dari beberapa paparan di atas sekarang tinggal kita memilih akan menggunakan sumber energi yang dan solusi yang mana, karena semua tinggal masalah keprcayaan dan keberuntungan hehehehe.....

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Mungkin beberapa orang bingung bagai mana cara menggunakan laptop dengan aman dan benar. Karena seperti yang kita tau ada dua sumber energi yang ada pada notebook maupun netbook yakni baterai dan menggunakan listrik. Dalam penggunaannya kedua sumber itu tidak boleh digunakan secara bersamaan hal ini dikarenakan apabila kita menggunakan laptop dengan baterai dan pada saat itu juga laptop kita dialiri listrik secara langsung, maka hal ini akan membuat usia baterai laptop kita berkurang.
Namun jika kita menggunakan AC sebagai sumber energi pada laptop ada satu masalah yang bisa kita dapatkan, yakni apabila listrik mati secara tiba-tiba hal tersebut bisa merusak komponen-komponen pada laptop terutama harddisk jika hal tersebut terlalu sering terjadi. Tapi kita juga tidak bisa mengandalkan baterai saja sebagai sumber energi utama pada laptop, karena energi baterai hanya bertahan kurang lebih 2 jam saja, sehingga tidak memungkinkan jika kita menginginkan laptop dalam pemakaian yang lebih lama.


Selain itu ada 2 pendapat berbeda dalam penggunaan AC sebagai sumber energi utama pada laptop. Yang pertama AC tanpa baterai, hal tersebut malah bikin motherboard yang cepat rusak, karena tidak stabilnya tegangan listrik, dan yang kedua baterai pada saat terhubung dengan adapter listrik justru bagus buat perawatan baterai. Mungkin pendapat pertama yang membuat orang-orang berfikir dua kali untuk menggunakan AC sebagai sumber utama pada laptop, hal ini dikarenakan harga mobo bisa dua kali harga baterai. Tapi dari beberapa artikel dan forum yang sudah sya baca, banya yang mengatakan bahwa penggunaan AC sebagi suber energi utama pada laptop tidak akan menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen laptop itu sendiri, namun masalah yang akan kita hadapi adalah apabila mati lampu secara tiba-tiba seperti yang sudah dibahas di atas. Sebenarnya ada satu solusi dari masalah ini, yakni dengan menggunakan UPS berkualitas sebagai filter dan pengaman aliran listrik.

Dari beberapa paparan di atas sekarang tinggal kita memilih akan menggunakan sumber energi yang dan solusi yang mana, karena semua tinggal masalah keprcayaan dan keberuntungan hehehehe.....

Rabu, 20 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

A. PENGERTIAN

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

B. ETIOLOGI

1. Mekanis

q Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)

q Karsinoma

q Volvulus

q Intususepsi

q Obstipasi

q Polip

q Striktur

2. Fungsional (non mekanik)

q Ileus paralitik

q Lesi medula spinalis

q Enteritis regional

q Ketidakseimbangan elektrolit

q Uremia

C. JENIS-JENIS OBSTRUKSI

Terdapat 2 jenis obstruksi :

1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2. Obstruksi mekanik

Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.

2. Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.

3. Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.

4. Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

5. Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.

3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.

4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH

1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

2. Terapi Na+, K+, komponen darah

3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial

4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.

6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.

7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.

8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.

9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

G. PENGKAJIAN

1. Umum :

Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

2. Khusus :

a. Usus halus

q Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi

q Distensi ringan

q Mual

q Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal

q Dehidrasi

b. Usus besar

q Ketidaknyamana abdominal ringan

q Distensi berat

q Muntah fekal laten

q Dehidrasi laten : asidosis jarang

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Tanda vital normal

b. Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi :

c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok

d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin

e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi

f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar

g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam

h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam

i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam

j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi

l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.

m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.

n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.

o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.

p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.

q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.

r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi

2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.

b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri

c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin

d. Berikan periode istirahat terencana.

e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.

f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.

g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.

h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.

Tujuan : pola nafas menjadi efektif.

Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.

Intervensi :

a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”

b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.

c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif

d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.

e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

Tujuan : ansietas teratasi

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.

Intervensi :

a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.

b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.

c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.

d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.

e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001

2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

A. PENGERTIAN

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

B. ETIOLOGI

1. Mekanis

q Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)

q Karsinoma

q Volvulus

q Intususepsi

q Obstipasi

q Polip

q Striktur

2. Fungsional (non mekanik)

q Ileus paralitik

q Lesi medula spinalis

q Enteritis regional

q Ketidakseimbangan elektrolit

q Uremia

C. JENIS-JENIS OBSTRUKSI

Terdapat 2 jenis obstruksi :

1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2. Obstruksi mekanik

Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.

2. Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.

3. Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.

4. Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

5. Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.

3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.

4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH

1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

2. Terapi Na+, K+, komponen darah

3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial

4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.

6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.

7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.

8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.

9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

G. PENGKAJIAN

1. Umum :

Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

2. Khusus :

a. Usus halus

q Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi

q Distensi ringan

q Mual

q Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal

q Dehidrasi

b. Usus besar

q Ketidaknyamana abdominal ringan

q Distensi berat

q Muntah fekal laten

q Dehidrasi laten : asidosis jarang

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Tanda vital normal

b. Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi :

c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok

d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin

e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi

f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar

g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam

h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam

i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam

j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi

l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.

m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.

n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.

o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.

p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.

q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.

r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi

2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.

b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri

c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin

d. Berikan periode istirahat terencana.

e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.

f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.

g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.

h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.

Tujuan : pola nafas menjadi efektif.

Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.

Intervensi :

a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”

b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.

c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif

d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.

e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

Tujuan : ansietas teratasi

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.

Intervensi :

a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.

b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.

c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.

d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.

e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001

2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001