Rabu, 07 Maret 2012

hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dengan keputusan ibu memberikan ASI eksklusif pada bayi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan.  (1)
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi karena ASI mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sejak lahir, bayi seharusnya di beri ASI saja sampai usia 6 bulan yang di sebut sebagai ASI eksklusif. Selanjutnya pemberian ASI di teruskan hingga anak berusia 2 tahun, setelah berusia 6 bulan bayi baru boleh di berikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan umur bayi. (2)
ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk dicerna. ASI mengandung kolostrum, yaitu ASI yang keluar pada hari – hari pertama setelah kelahiran bayi, berwarna kekuning – kuningan dan lebih kental, karena banyak mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. (3)
Dalam kolostrum tersimpan lebih dari 20 jenis antibodi alami, yang ampuh menaklukkan mikroorganisme penyebab penyakit, seperti E, Coli, Salmonella SP., Candida SP., Streptococcus SP., Staphylococcus SP. Jadi dengan memberikan kolostrum, bayi akan lebih tahan terhadap berbagai serangan penyakit di banding bayi yang tidak mendapatkan ASI pada 96 jam pertama kelahirannya. Selain itu juga mampu memacu tumbuh kembang bayi, membantu tulang, otot, jaringan syaraf, kulit dan organ-organ tubuh, sekaligus membantu pemulihan kerusakan jaringan. Dan yang paling penting disini, terbukti bahwa bayi memiliki kontrol emosi lebih baik. (4)
Menyusui secara ekslusif dapat bermanfaat menunda haid dan kehamilan sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang dikenal dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL), dengan menyusui secara ekslusif ibu juga tidak perlu mengeluarkan biaya dan makanan bayi sampai sedikitnya umur 6 bulan.
Menyusui bayi akan memperkuat ikatan batin ibu-anak. Rasa aman dalam diri bayi akan tumbuh saat ia berada dalam dekapan ibunya. Ia menikmati sentuhan kulit yang lembut dan mendengar bunyi jantung sang ibu seperti yang telah dikenalnya selama dalam kehamilan. Kondisi tersebut merupakan dasar bagi perkembangan emosi yang hangat pada diri anak. Melalui proses menyusui, anak akan belajar berbagi dan memberikan kasih sayang pada orang-orang di sekitarnya. (4)
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula dari 16,7% pada tahun 2002 menjadi 27,9% pada tahun 2007. UNICEF menyimpulkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%. Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu ASI eksklusif dijadikan sebagai prioritas program negara berkembang ini. (5)
ASI eksklusif memiliki manfaat yang sangat besar, maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataan penggunaan ASI eksklusif belum seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena ibu sibuk bekerja dan hanya diberi cuti melahirkan selama 3 bulan, serta masih banyak ibu yang masih beranggapan salah sehingga ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif. Selain itu ibu takut menyusui karena akan merubah bentuk payudara ibu menjadi jelek dan ibu takut ditinggal suami, takut badan tetap gemuk. Serta masih adanya mitos atau anggapan bahwa bayi yang tidak diberi ASI tetap berhasil menjadi orang, sedangkan bayi yang diberi ASI bayinya akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja. Dan alasan lain ibu memberikan makanan pendamping ASI karena ibu merasa ASI nya tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya sehingga ibu memilih susu formula karena lebih praktis. (6) Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini dalam waktu jangka panjang akan mengakibatkan anak kurang gizi sehingga dapat mempengaruhi perkembangan otak. (7)
Pemberian ASI eksklusif pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor predisposisi (predisposising faktor) yaitu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif antara lain pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, cara menyusui yang benar, pengertian ASI eksklusif serta mitos-mitos yang tidak benar jika memberikan ASI eksklusif kepada bayi. Faktor Pemungkin (enabling faktor) yaitu sarana dan prasana ibu menyusui misalnya tersedianya tempat untuk memberikan ASI pada bayi di tepat-tempat umum. Serta Faktor Penguat (reinfocing faktor) misalnya perilaku contoh (acuan) serta himbauan dari petugas kesehatan akan pentingnya ASI eksklusif dan peraturan pemerintah seperti cuti hamil selama 6 bulan. (8)
Mempersiapkan ibu selama hamil untuk pemberian ASI eksklusif. Baik nutrisi ataupun pengetahuan tentang ASI eksklusif  meliputi (pengetahuan mengenai pengertian ASI eksklusif, manfaat, cara menyusui serta mitos yang tidak benar tentang ASI eksklusif )  sangat memegang peranan penting untuk pemberian ASI eksklusif.  Pengalaman dalam penggunaan ASI menunjukan bahwa hambatan utama penggunaan ASI ternyata adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI dan menyusui pada Ibu (6).  Bayi yang diberi susu selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI (2). Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang lebih baik (ASI eksklusif seri I).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember di Bongas Kulon kecamatan sumberjaya wilayah kerja Puskesmas Sumberjaya Kabupaten Majalengka tahun 2010, dari 30 ibu menyusui yang diwawancarai tentang  pengetahuan ibu menyusui tentang Asi eksklusif  misalnya pengertian ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif, tehnik menyusui yang benar dan mitos – mitos menyusui 10ibu diantaranya menjawab bahwa ASI eksklusif adalah ibu memberikan ASI kepada bayinya selama minimal 6 bulan saja tidak disertai pemberian makanan tambahan lainnya misalnya multivitamin, madu dan pisang sebagai makanan  tambahan lainnya. 20 orang (66.7%) ibu menyusui dari hasil studi pendahuluan mengatakan tidak mau memberikan ASI saja kepada bayi karena ditakutkan nantinya bayi akan mengalami kurang gizi dan kurus.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan  tingkat pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif  dengan keputusan ibu memberikan ASI eksklusif  pada bayi di  Desa Bongas Kulon kecamatan xxx wilayah kerja Puskesmasxxxjaya Kabupatenxxxx tahun xxxxx. 
klo mau lbih lengkap download aja disini.. tapi ada dana nya brayy.. bermonta?? mesej aja ke fb ane...

Selasa, 06 Maret 2012

Gambaran Persepsi siswa tentang penyakit menular seksual di xxxx Kabupaten xxxx tahun xxxx


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Penyakit menular seksual atau biasanya di singkat PMS adalah suatu gangguan/ penyakit yang di tularkan di satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual. Pertama sekali penyakit ini sering di sebut “penyakit kelamin” atau veneral disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah penyakit hubungan seksual/ seksually tranmittend diseaseatau secara umum disebut penyakit menular seksual (PMS). Penyakit menular seksual akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. PMS dapat menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus di anggap serius. (1)
Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan terkana emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali live events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis. (2)
Hasil survey dasar KRR (kesehatan reproduksi remaja) yang dilakukan BKKBN terhadap 288 responden usia 15-24 tahun di 6 Kabupaten Jawa Barat pada Mei 2002 di peroleh data sekitar 39,65% remaja Jawa Barat pernah melakukan hubungan seksual pra nikah, sedangkan hasil survey BKKBN memperlihatkan di Indonesia menjadi 2,4 juta kasus aborsi per tahun dan sekitar 21% di lakukan oleh remaja. Angka PMS pada mencapai 4,185 dan 50% nya dari jumlah penderita HIV/ AIDS di Jawa Barat berusia sekitar 15-29 tahun.(3)
Pergaulan bebas di generasi muda Indonesia kini menjadi tak terbantahkan, budaya barat telah membunuh budaya ketimuran kita yang lebih di kenal beradab, di sini saya tidak menyebut budaya barat tidak beradab. Tetapi ada berbagai banyak perbedaan budaya yang terlampau jauh sehingga bangsa Indonesia mengalami pergeseran budaya. Pergaulan ini mungkin trend tersendiri untuk menyebut diri kita sebagai kaum metropolis. Namun yang harus di dasari adalah ada begitu efek samping negatif dari pergaulan bebas, salah satunya penyakit menular seksual. Jika kita melakukan hubungan seksual dengan orang lain walaupun hanya sesekali  kita dapat terkena penyakit menular seksual PMS.(1)
Perilaku reproduksi yang tidak sehat pada anak dan remaja seperti melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah atau dengan beganti ganti pasangan yang mengakibatkan infeksi PMS termasuk HIV/AIDS, kehamilan tidak di inginkan, aborsi, dan tindakan kekerasan yang menjurus kearah kriminal.(4)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di xxxxx Kabupaten xxxxx, dari 10 responden melalui wawancara, didapat 6 responden kurang mengerti mengenai penyakit menular seksual karena mereka menganggap bahwa hubungan seksual tidak berbahaya. Sehingga apabila mereka melakukan hubungan seksual lebih dari 1x, dan tanpa menggunakan alat pelindung, maka kemungkinan mereka akan terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) atau bahkan mungkin akan terjadi kehamilan diluar nikah.
Oleh karena berdarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi siswa tentang penyakit menular seksual di xxxx Kabupaten xxxx tahun xxxx”. untuk lebih lengkap download aja disini bab1 smape akhir.. tapi ada dananya brayyy.. mesej aja ke fb ane klo minat..

Rabu, 25 Januari 2012

ultah ndaa..

hari ini teman ku linda nurmala ulang tahun.. seneng dech.. akhirnya tambah juga usia dia.. hehehehe.. semenjak kenal dia setiap tahun pasti saya selalu kasih hadiah kecil ke dia tapi tahun ini gak bisa kasih hadiah lagi ke dia karena ada maslah besar diantra kita.. memang ini semua salah saya.. maafkan saya yah kawan.. saya mau bilang selamat ulang tahun yah sahabat ku linda nurmala..

Kamis, 29 Desember 2011

TERIMA KASIH 2011

selamat tinggal dan terima kasih 2011.. kau banyak memberi aku cerita dan pengalaman baru..
dan untuk orang special tahun 2011 kwu ini yaitu kamu kejora kwu.. ^_^

SYOK


DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK                                                                  
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1.  Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2.  Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3.  Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1.  Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.  Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3.  Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1.  Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2.  Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3.  Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
Gejala dan Tanda Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1.  Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.  Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.  Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4.  Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium - Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian
Daftar Pustaka
1.  Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat, Medical Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.
2.  FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan Essentia Medica - Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16
3.  Hardjono, IS, Biomedik Asam Laktat, Bagian Biokimia FK Undip Semarang, Majalah MedikaNo. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-384
4.  Pudjiadi, Tatalaksana Syok Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Agustus 1999.
5.  Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.
6.  Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan, Kumpulan Naskah Temu NAsional dokter PTT, FKUI, Simposisum h 17-32
7.  Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi - Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12